Kesadaran Sosial - Keterampilan Berempati

Bapak/ Ibu guru, kompetensi berikutnya dalam pembelajaran sosial dan emosional adalah kompetensi kesadaran sosial (social awareness). Jika dalam dua kompetensi sebelumnya, kita diminta untuk memiliki pemahaman dan kemampuan mengenal serta mengelola diri sendiri, maka dalam kesadaran sosial ini kita diharapkan membangun kemampuan untuk menempatkan diri dan melihat perspektif orang lain. Secara spesifik kita akan membahas mengenai keterampilan berempati. Empati merupakan kemampuan untuk mengenali dan memahami serta ikut merasakan perasaan-emosi orang lain sehingga dapat melihat perspektif sudut pandang orang lain. Baru setelah kita mampu melihat dari kaca mata orang lain, kita dapat menghargai dan memahami konteksnya. Apa saja yang mendasari perilaku, sikap dan cara berpikir orang tersebut. Bob dan Megan Tschannen-Moran (2010) menggambarkan empati sebagai sikap menghormati, tidak salah memahami dan mengapresiasi pengalaman orang lain. Mari kita kembali melihat kasus Bapak Eling. Jika di awal Bapak Eling fokus pada kompetensi kesadaran dan pengelolaan diri, maka di kompetensi ketiga ini, Bapak Eling mulai menyentuh ranah lingkungan sosial di sekitarnya. Saat Bapak Eling sudah mampu mengenali, memahami serta mengelola dirinya sendiri, dia dapat mulai melihat orang lain secara obyektif. Setelah Bapak Eling menyadari ada perasaan marah karena tidak dihargai, atau menyadari kewalahannya sendiri, dia mulai dapat menempatkan diri pada posisi orang lain. Seperti pada murid atlet yang sedang mengalami stres karena jadwal latihan yang sangat padat, sekaligus tuntutan akademik yang tidak ringan. Di awal, saat Bapak Eling juga sedang stres dengan jadwal dan tuntutan perannya sendiri, menjadi sangat sulit baginya untuk bisa paham dengan situasi murid atlet ini. Alih-alih bersikap obyektif terhadap situasi si murid atlet, Bapak Eling akan cenderung bersikap subyektif. Dia melihat permasalahan murid atlet ini dari kacamatanya sendiri, dan bukannya melihat dari situasi dan kondisi murid. Lalu bagaimana jika suatu saat kita dihadapkan pada situasi yang membutuhkan empati kita, padahal di saat yang sama kita pun sedang menghadapi masalah yang tidak ringan? Atau bagaimana jika saat kita sedang membutuhkan empati orang, tetapi orang tersebut justru berada dalam kondisi yang membutuhkan empati dan pengertian kita? Lagi-lagi, bernapas dan menyadari napas dalam teknik STOP menjadi salah satu teknik sederhana yang efektif. Saat kita menarik napas dan menghembuskan napas panjang, maka kita sedang mengembalikan kesadaran penuh pada saat tersebut. Pada kasus Bapak Eling, pada saat dia sedang memanggil murid atlet karena tidak mengumpulkan tugas, maka di saat itu, di tempat itu, situasi yang sesungguhnya sedang berlangsung. Bapak Eling dapat mengesampingkan sejenak situasi kelas, atau masalah dalam kepanitiaan. Bapak Eling dengan kesadaran penuh betul-betul sadar dan fokus pada situasi si murid. Dia dapat mulai memahami situasi yang dihadapi si murid. Saat si murid bercerita, maka seluruh indera Bapak Eling pun tercurah pada situasi saat itu. Mata, telinga, seluruh tubuh Bapak Eling memang sedang berhadapan dengan si murid atlet yang sedang menceritakan masalahnya. Dengan melakukan teknik STOP, Bapak Eling berada dalam kondisi rileks sehingga membantunya untuk lebih mudah mencerna dan tetap tenang menanggapi tanpa penghakiman. Si murid atlet mungkin akan tetap menghadapi jadwal latihannya yang padat ditambah tuntutan akademik yang tidak ringan, tetapi dia akan merasa jauh lebih baik menyadari ada Bapak Eling yang mau betul-betul mendengarkan. Saat murid diterima secara penuh, maka dia pun akan belajar untuk menerima dan memahami orang lain dengan lebih mudah. Murid tersebut belajar bagaimana menanggapi secara positif masalah orang lain melalui pengalamannya bersama Bapak Eling. Tanpa sadar Bapak Eling sedang mengajarkan keterampilan berempati dengan cara mencontohkannya langsung. Keterampilan berempati merupakan keterampilan yang membantu seseorang memiliki hubungan yang hangat dan lebih positif dengan orang lain. Mengapa? Karena empati mengarahkan kita untuk mengurangi fokus hanya ke diri sendiri, melainkan juga belajar merespon orang lain dengan cara yang lebih informatif dan penuh afeksi ke orang lain sehingga lingkungan yang inklusif akan terbentuk. Menanamkan empati dapat dilakukan dengan langkah yang paling sederhana yaitu dengan menaruh perhatian pada perasaan orang lain dengan bertanya: 1. Apa yang dirasakan orang tersebut? 2. Apa yang mungkin akan dia lakukan? 3. Apa yang saya rasakan jika mengalami kejadian yang sama? Setelah menanyakan beberapa hal tersebut sebelum berbicara atau bertindak, meyakini bahwa setiap orang berbeda, dan memberi dukungan pada orang lain meskipun berbeda pandangan akan memungkinkan kita untuk bersikap lebih empati pada orang lain. Empati merupakan keterampilan yang bisa dilatih untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk melatih empati dalam diri kita: • Menaruh perhatian pada perasaan orang lain • Berpikir sebelum berbicara atau bertindak • Meyakini bahwa tidak ada satupun orang di dunia ini yang sama • Menghargai orang lain meskipun berbeda pandangan. Berikut ini tautan video pengayaaan tentang kompetensi kesadaran sosial 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keterampilan Berelasi – Kerja Sama dan Resolusi Konflik

Mengenali dan Memahami Diri Sebagai Pendidik