Keterampilan Berelasi – Kerja Sama dan Resolusi Konflik

Keterampilan Berelasi – Dalam kehidupan sehari-hari, kita dihadapkan pada berbagai bentuk kerja sama dengan berbagai pihak, baik murid, guru, rekan kerja, orang tua, dan komunitas masyarakat lainnya. Dalam kerja sama untuk mencapai tujuan bersama, sewajarnya kita akan menghadapi perbedaan pendapat dan konflik. Kemampuan kita untuk bekerja sama dan menyelesaikan konflik dengan konstruktif akan membantu kita membangun hubungan yang positif dengan orang lain. Hubungan yang positif tidak hanya dapat membangun rasa percaya (trust), tetapi diyakini dapat memitigasi stres, melawan penyakit, dan memperpanjang umur seseorang. Sebelumnya kita sudah membahas kemampuan berempati. Dengan kemampuan berempati, kita dapat membangun hubungan yang lebih melibatkan (engaged) dengan menerima dan memahami orang lain. Empati membantu untuk belajar merespon orang lain dengan cara yang lebih informatif dan penuh afeksi ke orang lain sehingga lingkungan yang inklusif akan terbentuk. Selanjutnya, bagaimana kita dapat membangun kerja sama dan mengelola konflik yang terjadi? Berikut adalah beberapa keterampilan yang perlu dikembangkan untuk dapat membangun kerja sama: (https://casel.org/sel-framework/):


1. Keterampilan menyampaikan pesan dengan jelas dan mendengarkan secara aktif 

2. Keterampilan menyatakan sikap setuju dan tidak setuju dengan sikap saling menghargai 

3. Keterampilan mengelola tugas dan peran dalam kelompok 

● Bagaimana mengelola peran yang berbeda-beda? Misalnya, siapa yang akan mencatat? Siapa yang akan memastikan kita dapat tetap fokus pada tugas dan tujuan? Siapa yang akan menjaga waktu? Siapa yang akan memastikan kelanjutan diskusi dan dialog? 

● Bagaimana mengelola perbedaan atau konflik? Misalnya, jika satu orang melakukan lebih dari bagian pekerjaan mereka? Bagaimana Anda akan memberi respons ketika ada yang sepertinya tidak berkontribusi? 

● Bagaimana menentukan indikator keberhasilan pencapaian tujuan bersama? Bagaimana bila muncul konflik dalam kerja sama? Mari kita kembali pada situasi yang dihadapi Bapak Eling. Masih ingat dengan kejadian yang dialami oleh Bapak Eling? 

Bapak Eling tidak dapat menerima bahwa Kepala Sekolah memintanya melakukan koreksi dan koordinasi ulang dengan tim acara. Bapak Eling tidak mengungkapkan perasaan dan pikirannya tentang permintaan tersebut kepada Kepala Sekolah dan meminta wakil ketua panitia yang melakukan revisi proposal. Gordon (dalam “Parent Effectiveness Training”, 1960) mengemukakan gaya komunikasi menggunakan Pernyataan “Saya” (I - Message) dapat digunakan dalam dalam resolusi konflik. Pernyataan “Saya” berfokus pada perasaan penyampai pesan daripada pikiran atau karakteristik lawan bicara atau penerima pesan. Bapak Eling dapat mengatakan “Saya merasa khawatir dengan masukan Ibu untuk merevisi proposal ini karena waktu pelaksanaan acara sudah sangat dekat.” Coba bandingkan dengan pernyataan, “Masukan Ibu sangat mengkhawatirkan, karena waktu pelaksanaan acara sudah sangat dekat.” Apakah Anda dapat melihat perbedaannya? Pada kalimat pertama, penekanan ada pada kata “Saya merasa”, sedangkan kalimat kedua memberi penekanan pada kata “Masukan Ibu”. Secara psikologis bahasa juga mengantarkan nuansa emosi pembicara kepada yang diajak berbicara. Saat Pak Eling mengatakan “Saya merasa…” maka nuansa emosi netral yang ditangkap Kepala Sekolah. Kepala Sekolah akan jauh lebih mudah untuk diajak berkomunikasi dan berdiskusi lebih lanjut. Berbeda dengan kalimat kedua yang memberikan penekanan pada kata “Masukan Ibu”. Pada kata ini, ada nuansa emosi yang mengalir keluar yang terasa sebagai memberi tuduhan, menyalahkan serta menghakimi. Nuansa ini akan ditangkap Kepala Sekolah dan dapat berakibat pada sikap penolakan. Selanjutnya akan sulit sekali untuk berkomunikasi apalagi berdiskusi dengan beliau. Ini karena setiap orang secara alami menolak perasaan disalahkan. Inilah pentingnya memiliki keterampilan berempati. Saat menyampaikan pesan, kita dapat merasakan bagaimana perasaan orang yang kita ajak berbicara. Kemampuan-kemampuan yang sudah kita bahas di bagian sebelumnya dapat menjadi dasar bagi kita melatih keterampilan berelasi ini. Dalam kasus Bapak Eling ini, Bapak Eling perlu menyampaikannya pesannya sesuai dengan keadaan, perasaan dan pertimbangannya secara empatik. Sampaikan dengan tujuan untuk berdiskusi dan terhubung (berelasi) satu sama lain. Bapak Eling dapat menjelaskan kekuatan maupun tantangan yang akan dialami jika harus melakukan koreksi dan koordinasi ulang dengan tim acara. Dengan menyampaikan perasaan, pikiran dan pertimbangannya dengan jelas atas dasar saling menghargai, Bapak Eling dapat memberikan pemahaman/sudut pandang baru yang mungkin belum dipertimbangkan oleh Kepala Sekolah. Bapak Eling juga dapat membuka ruang diskusi dengan kepala sekolah tentang tindak lanjut yang dapat dilakukannya. Komunikasi positif yang dilandasi rasa saling menghargai juga akan dapat memperkuat rasa percaya dan relasi yang ada. Adanya komunikasi dan relasi yang terbangun memungkinkan Bapak Eling dan Kepala Sekolah dapat berdiskusi hingga mendapatkan jalan keluar terbaik untuk keberhasilan acara 17 Agustus yang sudah pasti akan ditunggu-tunggu oleh seluruh komunitas sekolah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenali dan Memahami Diri Sebagai Pendidik